Sai tersenyum memandang Naruto mengalahkan semua bandit
itu dengan rasengannya. Sakura berlari ke arah Naruto untuk
menyembuhkan luka kecil di lengannya.
„Baka!" teriak Sakura. „Walau luka kecil harus diobati!"
"Luka kecil begini gak apa-apa!" nyengir Naruto.
Kakashi menepuk bahunya, "kerja bagus Naruto. Seperti biasanya.
Tidak lama lagi dan kamu akan menjadi salah satu shinobi terkuat
di desa."
"Aku gak akan menyerah sampai menjadi Hokage! Lihat saja
sensei."
Sai menutup mata. Ia merasa bahagia.
"Eh benarkah?"
Sakura mengganguk. "Benar, aku dengar kalau kamu tidur saat
gerhana bulan terjadi, kamu akan memimpikan hal paling buruk
yang bisa terjadi padamu."
Mereka sedang dalam perjalanan pulang sehabis menyelesaikan
misi mereka menangkap sekelompok bandit yang merampok
desa-desa kecil di sekitar Konoha.
"Kalau gitu aku mau coba ah," ujar Naruto dengan santai.
„Naruto baka! Ngapain mau mimpi hal paling buruk," Sakura
menjitak kepala Naruto.
"Habis aku penasaran!"
"Jadi kamu tidak mau melihat gerhana bulannya?" tanya Sakura.
"Ah gak deh, Sakura-chan cerita saja besok bagaimana
gerhananya."
"Jujur saja, aku jadi gak merasa enak tidur malam mini," Sakura
menghela napas.
Sai hanya terdiam mendengar percakapan mereka.
Sai memandang bulan dari jendelanya. Sebentar lagi gerhananya
akan mulai. Ia melihat beberapa orang duduk di luar dengan santai
dan mengobrol dengan keluarga atau teman untuk menikmati
gerhana bersama.
Sebuah noda hitam kecil di pinggir bulan purnama mulai tampak.
Beberapa orang menunjuk ke langit. Sai langsung berbaring
menyelimuti dirinya. Setelah menutup mata untuk beberapa menit
ia tertidur.
Sai terbangun memanggil nama Naruto. Napasnya tersengal-
sengal dan tubuhnya basah oleh keringat dingin. Ia menyangga
kepalanya ke dindiing saat memandang keluar jendela.
Gerhananya hampir selesai, tapi ia sudah yakin tidak akan mau
tidur malam ini. Masih terlalu jelas semua mimpi yang barusan ia
lihat. Kedua matanya berkaca-kaca.
Ia mimpi Sasuke kembali ke Konoha.
Jauh di dalam lubuk hatinya, ia ijinkan dirinya untuk berharap
bahwa Sasuke tidak akan pernah kembali ke desa ini. Tidak besok,
tidak tahun depan, selamanya tidak kembali.
Tidak jauh dari tempat tinggalnya, Naruto menangis bisu di
kamarnya, menutupi wajahnya yang basah oleh air mata dengan
lengannya.
„Hei Naruto! Kemarin gerhananya jelas sekali- nani? Kedua
matamu kenapa?" tanya Sakura cemas saat bertemu dengan
Naruto di depan kedai ramen.
„Ah Sakura-chan, bukan apa-apa. Kayaknya aku digigit banyak
nyamuk, haha."
„Yakin nih…?" Sakura tidak langsung mempercayai alasan Naruto.
„Hehe iya nih," nyengir Naruto. „Oh hai Sai!"
Sai mengucapkan selamat siang saat menghampiri kedua
temannya.
„Oh Sai, kedua matamu kelihatan capek. Kamu gak tidur
semalaman?" tanya Sakura curiga.
"Ya begitulah, banyak nyamuk," Sai tersenyum tipis.
"Hm aneh…" Sakura memandang Sai dan Naruto sekali lagi
sebelum pamit ke kantor Tsunade.
„Hei Naruto, ke kelihatannya muram, ada apa?" tanya Sai cemas.
"Aku gak apa-apa, benar," Naruto memaksakan sebuah senyum.
Sai menepuk bahunya. "Mau kutraktir ramen?"
Naruto terlihat sedikit lebih gembira, "benar nih? Aysik!"
Sai tersenyum. Ia merasa lebih bahagia kalau Naruto kembali ceria.
Ia membiarkan Naruto memesan jenis ramen apapun berapapun
ia suka. Dengan tenang mereka memakan ramennya. Sai dalam
hati mengingat kembali mimpi buruknya. Punggung Naruto yang
berlari ke arah Sasuke yang tersenyum padanya di pintu gerbang
Konoha masih membuat Sai merasa tidak punya tempat di dunia
ini. Dan rasanya amat menyakitkan.
"Ahhh makasih Sai! Perutku kenyang sekarang!" Naruto menghela
napas dengan puas.
„Naruto?" Sai menatap Naruto.
„Hm?" Naruto memandang ke arahnya sambil menumpuk semua
mangkuk yang ia habiskan.
„Kemarin… kamu mimpi buruk gak?" tanya Sai ragu-ragu.
Naruto hampir menjatuhkan mangkuk terakhir yang ia pegang.
Cepat-cepat ia memandang ke bawah.
„Kenapa menanyakan hal seperti itu?" Naruto kembali mencoba
untuk tersenyum.
Sai tidak menyerah, dengan lembut ia berkata, "Jujur sajalah
Naruto. Kau kelihatannya terpuruk sekali. Aku cemas sekali kalau
melihatmu seperti ini. Jadi, kamu mimpi buruk gak?"
Naruto menutup kedua matanya. „Iya…"
Sai menyangga kepalanya di atas tanganya. "Mimpi tentang
apa…?"
Naruto terdiam beberapa menit.
Dan kali ini Sai bersabar dan
memberikannya waktu yang cukup untuk menemukan kata-kata
yang tepat. Saat Naruto menjawab, ia hampir berbisik.
"Aku bermimpi aku tidak mampu menyelamatkan Sasuke dari
kegelapan yang menyelimuti hatinya. Aku gagal…" dan dengan
suara pelan ia berbisik sampai hanya Sai yang bisa
mendengarnya. „Sasuke…"
Raut wajah Sai tidak berubah, tetapi di dalam hati ia merasakan
begitu banyak emosi. Ia tahu ia seharusnya tidak merasakan ini,
tetapi Naruto mampu membuatnya merasakan seribu perasaan
sekaligus.
Untuk sesaat keduanya terdiam. Lalu Sai tersenyum kecil dan
dengan lembut ia menepuk bahunya Naruto.
„Ayolah Naruto, aku yakin dan percaya bahwa suatu hari nanti
kamu akan menyelamatkan Sasuke dan membawanya kembali ke
Konoha."
Naruto memandang Sai untuk beberapa detik sampai ia akhirnya
tersenyum cerah seperti biasanya sampai akhirnya nyengir seperti
biasanya. Ia berterima kasih kepada Sai atas semuanya, lalu berlari
ke arah lapangan untuk berlatih. Sai memandang punggunya dan
merasa kesepian seperti saat ia memandang punggung Naruto di
dalam mimpinya. Tetapi kali ini ia merasakan hal yang tidak
terdapat dalam mimpinya.
Yaitu Rasa ikhlas.
(Ditempat Lain)
„Tidak lapar?
Baiklah, aku akan membiarkanmu sendirian."
Sasuke tidak bergerak sedikit pun walau Tobi menaruh nampan di
atas mejanya. Kedua matanya masih memandang ke ufuk timur
dimana matahari baru terbit. Tobi kemudian meninggalkannya.
Tobi memandang ke arah Sasuke sekali lagi sebelum menutup
pintu. Emosi kecil yang terpancar dari kedua mata Sasuke tidak
luput dari mata sharingannya. Hal ini sedikit merisaukannya, jika
emosi itu menjadi tidak terkendali, Sasuke akan merusak
rencananya. Tapi bagaimanapun juga ia yakin, kegelapan dimana
hati Sasuke berada sekarang, telalu kuat untuk dilawan.
Bagaimanapun juga ia masih perlu waspada.
„Gerhana bulan ya…?" bisik Tobi saat menyelusuri koridor.
Sasuke menyangga keningnya di atas lututnya. Ia telah
memutuskan akan melupakan mimpi yang barusan ia lihat agar
hatinya tidak dicemari oleh emosi lagi. Tetapi hanya untuk
sebentar, hanya sebentar saja ia ingin kembali mengingat mimpi
itu.
Ia melihat Naruto duduk di bahan pohon dengan Sai. Sasuke
memanggil namanya beberapa kali, ia tidak mampu bergerak,
kedua kakinya dipegang oleh sebuah bayangan hitam. Tempat
dimana ia berdiri terlalu dingin dan gelap. Ia ingin Naruto sadar
akan dirinya, ingin Naruto melihat ke arahnya. Sasuke sampai
berteriak sekuat tenaga, air matanya mengalir.
Lalu Naruto akhirnya melihat ke arahnya. Dan ketidakpedulian
yang terpancar dari kedua mata birunya membuat Sasuke
akhirnya terbangun. Sasuke memandang keluar jendela dan
melihat bahwa gerhana bulan baru mulai. Ia merasakan kedua
pipinya basah sedikit, walau begitu ia tidak mengeringankannya.
Sasuke mengingat kembali wajah ceria Naruto yang disinari
cahaya matahari terang. Setelah menghela napas ia kembali
menutup kedua matanya.
Kenyataan bahwa ia kembali tertidur, mengetahui ia akan melihat
hal paling buruk yang lebih parah dari yang bisa diperlihatkan
Tsukiyomi hanya untuk kembali melihat wajah Naruto
membuatnya merasa kecewa akan dirinya sendiri.
Walau ia memilih kegelapan, walau ia akan berhadapan dengan
Naruto nantinya ia rela asal Naruto tetap peduli padanya. Ia yakin
hanya Naruto yang bisa mengubah pikirannya, dan kalau ia tidak
bisa, maka Sasuke akan membunuhnya.