Kini aku sedang memandangi sebuah wajah. Sebuah wajah, yang
mungkin aku sendiri tak yakin bahwa itu adalah dia.
Aku bisa melihatnya sekarang. Melihat wajah lembutnya.
Ya,
melihat. Atau mungkin lebih tepatnya..mengingat ?!
Karena wajah itu kini ada di kepalaku.
Wajah yang penuh kasih sayang dan perhatian.
Wajah yang tersenyum padaku di ujung umurnya.
Wajah itu.. Wajah Uchiha Itachi..
Wajah kakakku..
Aku tak bisa mengingat dendamku lagi ke dia. Yang ada sekarang
hanyalah ingatan akan kenangan manisku bersamanya.
Dulu ia selalu menolak ajakanku untuk bisa berlatih bersama. Ia
selalu berkata lain kali, lain kali, lain kali.
Aku sambai bosan
mendengarnya. Tapi sekarang aku sadar, ia melakukan hal itu
bukan karena benci padaku. Tapi sebaliknya. Ia sayang sekali
kepadaku. Baginya, nyawaku lebih penting daripada desa.
Sebenarnya, aku sendiri juga menganggap bahwa nyawanya
lebih penting daripada desa. Karena hal itulah aku mempunyai
maksud besar untuk mengancurkan desa yang sudah memberi
pilihan sesulit itu padanya.
Tapi kelihatannya semua berbalik kali ini.
Suara hati untuk melindungi orang lain yang juga aku sayangi
telah merubah niat awalku itu.
Yah, tak apa. Aku baru sadar, ia juga sebenarnya tak
menginginkan peperangan terjadi lagi.
Tanpa aku sadari, aku
sudah melanjutkan mimpinya itu. Aku benar-benar tidak sadar
aku telah melakukan hal itu.
Hahaha.. Apakah ini benar-benar aku? Lucu.
Kak, sebentar lagi aku akan melihatmu seutuhnya. Percayalah, aku
sungguh-sungguh merindukanmu.
Sambut aku ya, Kak.
Karena..
Karena aku akan menyusulmu..
"Sasuke!" teriak Naruto histeris sambil mengguncang-guncang
tubuh yang ada di pelukannya itu. Tubuh kaku, milik seorang
yang ia sayangi, yang sangat ingin ia lindungi.
"Naruto, sudahlah.." kata Sakura sambil menepuk pundak Naruto,
berusaha menyalurkan ketegaran padanya.
"Sasuke.. Dia, si Teme ini.."
"Naruto, sudahlah.. Relakan dia.."
"Dia melindungiku dari Madara yanga ingin merebut Kyuubi!"
Naruto menunjuk tubuh lain yang tergeletak tak jauh darinya.
"Dia..dia mengorbankan nyawanya hanya untuk aku!"
"Naruto.."
"Dia bahkan sempat membunuh Madara padahal tubuhnya sendiri
juga sudah babak belur! Dia melindungiku, dan melindungi
Konoha, Sakura.. Dia.. Ugh.., Sasuke, bangunlah.." Naruto kembali
mengguncangkan tubuh Sasuke. Tapi percuma, tubuh itu sama
sekali tak bergerak.
"Naruto, dengar. Dia melakukan ini untukmu. Kamu coba relakan
dia ya? Kumohon.. Dia akan merasa usahanya itu sia-sia kalau kau
terus-terusan tidak merelakannya begini.." Sakura kembali
mencoba menenangkan Naruto yang masih terus menangis
sambil memeluk tubuh Sasuke. Meskipun ia tahu bahwa ia juga
sangat sedih karena kehilangan Sasuke, tapi ia tak mau kalau
Naruto tidak merelakan kepergian Sasuke.
"Naruto, lihat wajahnya,
tersenyum bukan? Kau tak mau merusak senyumnya kan?"
Naruto melepaskan pelukannya. Benar, ia melihat bahwa wajah
sahabatnya itu begitu damai dan sedang tersenyum kecil, walau
tampak bekas aliran darah dari mulutnya.
Setelah beberapa detik yang terasa lama sekali berlalu barulah
Naruto kembali membuka suaranya, "Kau benar, Sakura.." Naruto
menyeka air matanya. "Aku harus merelakannya.. Aku harus
kuat!"
Sakura tersenyum. Ia melihat bahwa Naruto berusaha
membersihkan bekas-bekas aliran darah di wajah Sasuke.