Ino melototi sahabat dan lelaki idamannya di depannya. Tidak
mungkin
"Kemarin kami jalan-jalan di taman kota, lalu…" sahabatnya yang
berambut pink melihat ke samping dengan malu.
"Aku yang menembaknya duluan," lelaki yang berdiri di
sampingnya sambil merangkul bahunya dengan lembut menatap
Ino. "Aku tahu Ino, dari dulu - "
"Stop stop tunggu dulu," Ino mengangkat kedua tangannya.
"Kalian berdua ini kenapa sih? Cara bicara kalian seperti kalian telah
melakukan salah besar. Yang benar saja dong," Ino terlihat
jengkel. "Dengar Sakura, kamu sahabatku. Walau kita saingan
dalam urusan cinta, aku bukan orang picik yang akan
membencimu hanya karena Sasuke memilihmu dibanding aku."
"B-benarkah?" Sakura mengangkat wajahnya.
"Ya jelaslah!" Ino menunjuk ke arah Sakura. "Kita teman
selamanya. Dan kamu Sasuke, aku memang suka padamu tapi
jangan khawatir soal aku. Aku memang patah hati karena kamu
memilih Sakura, tapi aku mendoakan agar kalian bahagia bersama.
Sungguh jangan khawatirkan aku."
Sasuke dan Sakura saling bertukar pandang, lalu mereka
tersenyum.
"Terima kasih Ino. Kamu sungguh teman yang baik."
"Ya betul, makanya kalian beruntung berteman denganku.
Sekarang kalian sana, kencan. Aku masih ada latihan merangkai
bunga. Dalam cuaca cerah seperti ini kita sebaiknya gak lama-lama
di sekolah. Yang lainnya sudah keburu pulang."
"Baiklah Ino," Sakura terlihat sangat bahagia.
"Kami pergi dulu," Sasuke menarik tangan Sakura. "Sungguh
kamu gak apa-apa?"
"Ya benar," Ino tersenyum lebar.
"Wuuuuaaahhhhhhh!" Ino menangis tersedu-sedu di antas bantal
kesayangan milik Tenten.
Tenten menghela napas.
"Bisa-bisanya kamu berpura-pura ceria di
depan mereka."
"H-habisnya… masak aku menangis seperti ini di depan mereka?
Aku jadi gak enak. Lagipula dari dulu aku sudah ada firasat Sasuke
suka pada Sakura. Hanya aku saja yang – hiks, tidak mau
menyadarinya… huhuuuuuuu..!" Ino kembali menangis,
menumpahkan seluruh air matanya.
Tenten membawa sekotak tisu baru.
"Ini."
Ino dengan wajah bengak dan mata merah, menarik beberapa
lembar tisu, "makasih…"
"Jangan khawatir Ino, pasti kamu akan ketemu seorang lelaki yang
ada hanya untukmu."
"Tapi aku sungguh suka Sasuke! Bahkan duluan dari Sakura! Sejak
TK bahkan!" Ino kembali menangis.
"Iya iya aku ngerti. Aku juga ngak menyalahkanmu. Tapi coba
bayangkan. Apa yang bisa kamu lakukan kalau orang yang kamu
suka, sangat suka orang lain? Masak kamu mau paksa dia untuk
balik menyukaimu?" tanya Tenten.
"Ya gaklah…" Ino menghapus airmatanya.
"Percayalah padaku, rasanya akan lebih baik kalau kamu
menemukan seseorang yang suka hanya kamu saja. Hidup ini
bukan cuma menyukai dan mengejar orang, tapi disukai juga."
"Bicaranya begitu padahal kamu sendiri gak ada kemajuan dengan
Neji…" gerutu Ino.
"Apa kamu bilang?" Tenten terlihat jengkel.
"Gak bukan apa-apa," Ino melihat ke arah lain. "Terus sekarang
bagaimana dong? Keadaan batinku buruk sekali..!"
"Kamu beruntung sekarang hari jumat. (CP: di sekolah ini para
muridnya libur hari sabtu juga.) Jadi sampai hari senin kamu bisa
sembuh dari patah hatimu, atau setidaknya melakukan sesuatu
yang akan membuatmu merasa lebih baik."
Ino memeluk lututnya. "Contohnya?"
"Contohnya pergi ke disko malam ini!" Tenten langsung semangat.
"Malas ah, gimana kalau aku bertemu Sasuke dan Sakura disana?
Ogah. Bisa-bisanya aku banjiri klub itu dengan air mataku."
"Sudah kuduga kamu bilang begitu. Nah khususnya malam ini kita
akan pergi ke klub yang lain. Yang di bagian selatan kota ini."
"Hanya kita berdua? Naik apa?"
"Memakai mobilku," Tenten nyengir sambil memainkan kunci
mobilnya.
Ino masih belum yakin, "aku gak tahu… kalau ketahuan ayahku
aku keluar malam-malam ke klub… bisa mengamuk dia."
Tenten menghela napas, "susahnya punya ayah yang jadi ketua
kepolisian."
Ino terdiam. Sebenarnya bukan cuma ke klub, tapi bahkan
melakukan hal lain ia patah semangat. Satu-satunya hal yang ingin
ia lakukan sekarang adalah menangis di bawah selimut sambil
mendengar lagu-lagu tentang patah hati dan pengkhianatan. Dan
makan banyak coklat dan keripik. Biar dia jadi gendut dan jelek.
Buat apa ia susah payah menjadi cantik dan langsing untuk
seorang lelaki yang tidak menyukainya? Untungnya ia sudah
menelpon ibunya dan memberitahunya kalau ia akan melewatkan
akhir minggu di rumah Tenten. Ia ingin mengajak Hinata untuk
memberitahu keluh kesahnya, tetapi ia sedang ada les piano.
"Ayo jangan bermuran durja seperti itu Ino, suatu hari kamu akan
berhasil melewati ini. Mungkin kamu bahkan akan menemukan
lelaki yang lebih cool dari Sasuke. Haha siapa tahu?" Tenten
tertawa.
Ino memalingkan muka, "mana mungkin ada lelaki seperti itu?"
"Makanya kubilang siapa tahu," Tenten mendorong mangkuk
yang berisi penuh strawberi ke arah Ino. "Ini makanlah, makanan
kesukaanmu. Mungkin kamu akan merasa lebih baik."
Ino memandang mangkuk itu. Dengan pelan ia mengambil
strawberi paling atas, lalu ia memakannya. Rasa manisnya
menghibur sedikit.
"Enak ‚kan?" Tenten menepuk-nepuk bahu Ino.
"Enak…" Ino masih belum tersenyum, tetapi ia sudah tidak
menangis lagi. Ia merasa lebih baik, walau hanya sedikit.
"Sekarang kita buka biskuit keberuntungan kita," ajak Tenten.
Ino terus memakan strawberi, "ogah, yang dikatakan disana gak
ada benarnya."
"Eh siapa bilang? Ayo buka dulu, siapa tahu ada keberuntungan,"
Tenten menaruh satu biskuit di tangan Ino.
Ino menghela napas. „Baiklah," katanya pasrah, lalu ia
membukanya.
Hari ini kau akan menemukan orang yang ditakdirkan untukmu.
"Wah! Wah! Kubilang apa? Ayo Ino, hari ini kita harus ke disko!"
„Siapa bilang aku akan menemukan orang yang ditakdirkan
untukku disana?" Ino melempar kertas kecilnya. "Aku gak percaya
yang begituan."
Tenten menyilangkan lengannya. „Padahal kamu biasanya
mengikuti ajaran Feng Shui-ku, sekarang kamu gak mau percaya
ramalan biskuit keberuntungan. Bilang saja kamu mau larut dalam
rasa kesedihanmu."
"Duh Tenten, kalau kita ke disko aku harus mandi, pakai baju
bagus, make up. Aku malas melakukan semua itu. Untuk hari ini."
Tenten masih semangat, „Baju dan rok ungumu masih ada disini,
yang kamu pakai terakhir kali kita pergi berenang. Pakai itu saja.
Gak usah pakai make up banyak. Ayolah Ino, aku kasihan
melihatmu seperti ini. Kita kesana sebentar, bersenang-senang dan
kalau kamu masih merasa gak enak, kita pulang. Kutraktir juga
malam ini."
Ino berpikir. Di satu sisi ia senang Tenten begitu
mengkhawatirkannya, di sisi lain ia senang kalau ditraktir. Dan
kalau ia masih gak merasa baik mereka akan pulang.
"Baiklah," Ino kembali makan strawberi.
"Hore! Kamu akan lihat, semuanya akan menjadi lebih baik!" ujar
Tenten gembira.
Entah kenapa aku merasa yang akan terjadi justru sebaliknya, pikir
Ino.
Tenten memakir mobilnya tidak jauh dari klub malam "Tiger"
yang ada di bagian selatan kota. Orang tuanya Tenten mengijinkan
pergi asal mereka tidak pulang terlalu malam. Dan mereka juga
tahu untuk tidak memberitahu ayahnya Ino. Yah lebih baik begitu
daripada membuat kedua gadis itu keluar rumah diam-diam.
Tenten keluar dari mobil, memakai kimono hijau, sedangkan Ino
memakai baju dan rok pendek ungu. Hari ini rambutnya diikat
dengan sebuah jepit strawberi. Ia ke klub untuk bersenang-senang
sedikit, bukan untuk menarik perhatian cowok. Jadi ia
berpenampilan sesederhana mungkin.
"Siap?" Tenten menarik tangan Ino.
"Gak tahu…" Ino masih merasa belum yakin.
"Kita belum masuk jadi kamu belum bisa bilang mau pulang,"
Tenten mengeluarkan kartu KTP-nya. Orang dibawah umur 18
belum boleh masuk, jadi harus selalu memperlihatkan KTP.
Ino menghela napas saat memperlihatkan kartunya. Gak masalah
kalau ia menghabiskan waktu disini satu dua jam…
Musik dengan ritme yang menggema di seluruh ruangan adalah
hal pertama yang mereka sadari begitu pintunya dibuka. Lampu-
lampu berkelap-kelip, dengan sinar laser hijau berkilauan. Banyak
orang-orang muda berdansa, minum di bar atau ngobrol dengan
teman mereka.
"Wah keren! Kalau tahu dari dulu ada klub sekeren ini aku lebih
sering kesini!" ujar Tenten girang.
"Darimana kamu tahu tentang tempat ini?" Ino terpaksa berbicara
lebih keras karena musik yang dimainkan dengan volume tinggi.
"Oh temanku dari SMA Suna yang kasih tahu!" jawab Tenten
dengan suara keras pula.
"Tunggu? Kamu punya teman dari SMA Suna?" Ino mengikuti
Tenten yang menuju bar.
"Ya, namanya Matsuri. Orangnya lucu deh. Kami bertemu di event
tahun baru China."
"Aku gak tahu."
"Gak begitu penting, mau pesan apa?"
"Cocktail deh, tapi tanpa alkohol."
"Yang strawberri?"
"Jelaslah."
Kedua gadis itu memesan minuman mereka sambil melihat
sekeliling. Sejauh ini mereka tidak menemukan siapa pun yang
mereka kenal.
"Ini kedua pesanan kalian Cantik," barkeeper-nya mengkedipkan
matanya.
Tenten tertawa memutar mata, Ino mengacuhkan orang itu.
Keduanya terdiam beberapa menit, menikmati cocktail mereka.
Musiknya berakhir, dimulai dengan musik baru.
"Oh! Aku tahu lagu ini!" Ino sekarang menjadi semangat.
"Benar? Aku juga kenal, lagunya sering diputar di radio," Tenten
mendengar dengan saksama.
"Aku pengen nari, tapi cocktail-ku belum habis…" baik Ino maupun
Tenten telah diajari untuk tidak meminum minuman yang mereka
tinggalkan walaupun hanya sebentar. Terlalu bahaya. Lebih baik
habiskan, atau tinggalkan. Tapi minumannya disini harganya
sedikit mahal.
"Kujaga deh, kamu kesana nari sesukamu," Tenten mengambil
gelas yang dipegang Ino.
"Sungguh? Kamu baik deh!" Ino tersenyum gembira.
"Untuk itulah kita kesini, sana bersenang-senanglah," Tenten
melambaikan tangannya.
Ino menarik napas lalu bergegas ke tempat dansa. Untuk malam
ini ia ingin menari sepuas-puasnya…
"Gaara, jangan muram seperti itu dong, kita kesini untuk
bersenang-senang, aku bahkan sampai menyewa pojok VIP ini,"
Kankuro mencoba menghibur adiknya.
Gaara, duduk menyangga punggungnya ke sofa sambil
meminum cocktail-nya. "Menjemukan sekali," tuntunnya datar.
"Bilang saja kamu kesini buat cari cewek. Dan kamu ajak aku
karena biasanya kita karena aku, jadi kedatangan banyak banyak cewek."
"E-eh kok kamu berpikir begitu?" Kankuro tertawa gugup.
"Lagian kenapa harus kesini? Hampir seisi sekolahku pergi ke klub
ini di akhir minggu," dahi Gaara tambah berkerut.
"Nah bukankah itu bagus? Kamu bisa ketemu beberapa temanmu
disini," saran Kankuro.
"Ogah," Gaara meminum cocktail-nya sampai habis. "Bawakan
aku lagi." Ia menyerahkan gelasnya ke kakaknya.
"Ehm, ini sudah gelasmu yang ketiga. Sebaiknya kamu berhenti –
oke baiklah," Kankuro langsung pergi begitu melihat pandangan
mematikan dari Gaara.
Beberapa meter dari Gaara ia berbalik, memandang adiknya
sambil menghela napas. "Kamu selalu banyak minum di hari
kematian ayah…"
Kankuro sedang berpikir bagaimana ia bisa menjelaskan kepada
Temari jika Gaara nantinya pulang dalam keadaan mabuk saat ia
memesan minuman dan melihat seorang gadis cantik di
sampingnya.
"H-hai!" sapa Kankuro gugup.
"Oh hai," jawab Tenten balik, memandang Kankuro sesaat lalu
mengalihkan pandangannya ke arah tempat dansa.
Jantung Kankuro berdegup lebih kencang. Ini dia gadis yang kucari
selama ini!
Gaara memandang ke atas, tidak tahu kenapa ia mengikuti
keinginan kakaknya untuk datang ke tempat ini. Biasanya di hari
kematian ayahnya ia banyak minum di rumah sampai pingsan.
Temari akan mencoba untuk mencegahnya, tapi sekarang ia
sudah berumur 18 tahun dan bisa melakukan apa yang ia mau.
Gaara memutuskan untuk menghabiskan malamnya di rumah
saja. Ia mengambil jacketnya, siap untuk beranjak pergi saat
melihat sosok yang menangkap perhatiannya. Sosok itu menari
dengan indah mengikuti irama musik. Seorang gadis, menari
sendiri, rambut panjangnya mengikuti setiap arah kemana ia
bergerak. Begitu indah dan sedih sekaligus.
Gaara tidak bisa mengalihkan pandangannya darinya, dan ia
sendiri terkejut mendapati dirinya berdiri tepat di belakang gadis
itu. Semua orang di sekitarnya menjauh darinya saat mereka
melihat Gaara mendekat. Hanya gadis itu yang belum menyadari
kehadirannya karena ia menari dengan mata tertutup. Butuh
beberapa saat sampai Gaara menyadari air mata yang mengalir di
pipinya. Gadis itu tersenyum dan menangis di saat yang sama,
bagai merasakan emosi yang tidak tertahankan. Saat musiknya
berhenti gadis itu berhenti pula, tetapi karena berhenti terlalu cepat
ia kehilangan keseimbangannya sehingga ia terjatuh. Gaara
dengan cepat menangkap dan mendekapnya. Mata gadis itu
terbuka lebar. Biru bertemu zamrud. Lalu Gaara melakukan hal
yang belum pernah ia lakukan sebelumnya.
Ia mencium gadis itu.
Semua orang di sekitar mereka menonton dengan mulut terbuka.
Baik Tenten maupun Kankuro bangkit dari kursi mereka, dengan
mata terbuka lebar-lebar. Bahkan Dj-nya lupa memainkan musik
selanjutnya. Semua orang membisu dan untuk sesaat klub yang
biasanya ramai dan bising itu, menjadi hening.
Hanya Ino yang tidak berdiri mematung, walau ia melakukanya di
detik-detik pertama saat ciuman itu berlangsung. Ia mencoba
mendorong lelaki itu, tetapi semakin kuat ia meronta, semakin erat
Gaara memeluknya. Ciumannya pun menjadi semakin dalam dan
wajah Ino menjadi merah padam dan panas seperti sebuah
kompor. Gaara mendekapnya dengan kedua lengannya yang
kuat, menggerakkan kepalanya dan Ino yang semakin lama
dicium semakin kehilangan pegangan. Kedua lutunya gemetar dan
akhirnya ia tidak mampu berdiri, tetapi Gaara masih
memegangnya dengan erat, tidak membiarkan Ino jatuh.
Akhirnya setelah satu menit yang rasanya seperti setahun
buatnya, Gaara melepaskan Ino. Gadis itu menarik napas panjang.
Ia tentu saja sudah pernah ciuman sebelumnya, tetapi yang
seperti ini baru pertaman kali terjadi. Rasanya begitu beda.
Ino hendak menampar Gaara kuat-kuat, tetapi ia sudah ditarik oleh
Gaara, keluar dari klub. Semua orang menyaksikan kepergian
mereka masih dengan mata terbelalak, tetapi sedetik kemudian
mereka bertepuk tangan dengan gemuruh, diikuti siulan keras-
keras.
Kankuro berpikir dalam hati, "apa sih yang dipikirkan si panda itu?"
Tenten langsung lari mengejar Gaara dan Ino. Kankuro yang
melihat Gaara dan Tenten pergi meninggalkannya, tidak punya
pilihan lain selain ikut dengan mereka.
"Apa sih maumu?" Ino berteriak mencoba menarik tangannya dari
pegangan Gaara.
"Aku mau kamu," Gaara tidak menghentikan langkahnya.
Ino bersemu merah seperti kepiting rebus, tetapi kemudian
amarahnya meledak. "Apa? Yang benar saja! Aku bahkan tidak
tahu kamu itu siapa!"
Gaara berbalik menghadap Ino. Untuk pertama kalinya Ino bisa
melihat lelaki itu dengan saksama. Ternyata di luar dugaan ia
tampan sekali, pikir Ino.
Saat itu Tenten dan Kankuro berhenti berlari di depan mereka.
"Jadilah pacarku, dan aku berjanji kamu tidak perlu sesedih itu
lagi," Gaara memandang Ino dengan serius.
Tenten menjerit histeris, lalu mencoba menangkap perhatian Ino
dengan isyarat tangan yang tidak karuan, tetapi Ino memandang
Gaara dengan tidak percaya. Kankuro, sekali lagi berdiri mematung
dengan mulut terbuka.
Semua menunggu jawaban Ino, kecuali Tenten yang masih
mencoba menangkap perhatian Ino tapi tidak berani mendekat
karena suatu alasan tertentu. Ino masih memandang mata
zamrud yang terlihat serius tapi lembut di saat yang bersamaan.
Sebuah perasaan aneh memasuki relung hatinya yang terdalam
dan sebelum ia bisa menghentikan dirinya, ia menjawab.